Sumber gambar : detik.com
Di zaman sekarang, Hukum Menyekolahkan anak bukanlah hal yang sepele. tidak sedikit anak-anak Muslim yang bersekolah di institusi pendidikan non-Muslim karena dinilai memiliki fasilitas dan kualitas pendidikan yang lebih unggul. Lalu bagaimana menurut fiqih ?
Dalam kacamata islam Hukum Menyekolahkan anak ke lembaga yang berbeda akidah adalah tindakan tersebut ternilai haram. Sebab, hal itu berpotensi memperkuat keberadaan kelompok non-Muslim serta bisa membahayakan akidah anak-anak Muslim yang masih rentan dalam pembentukan keimanannya.
Penjelasan Fathul Bari
Hal ini sebagaimana dari situs NU Jombang. Dengan dalil sebagai berikut:
Referensi:
المقررات النهضية ص 40
مِنْ إِرْشَادِ الْحِياَرِى فِي تَحْذِيْرِ الْمُسْلِمِيْنَ مَدَارِسَ النَّصَارَى لِلشَّيْخِ يُوْسُفَ النَّبْهَانِىّ وَنَصُّهُ: اِعْلَمْ أَنَّ مِنْ أَعْظَمِ الْمَصَائِبِ عَلَى الْمِلَّةِ الْإِسْلاَمِيَّةِ وَالْأُمَّةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ مَاهُوَ جَارٍ فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ فِى كَثِيْرٍ مِنْ بِلَادِ الْإِسْلَامِ مِنْ إِدْخَالِ بَعْضِ الْجَهَلَةِ الْمُسْلِمِيْنَ أَوْلَادَهُمْ فِي الْمَدَارِسِ النَّصْرَانِيَّةِ لِتَعَلُّمِ بَعْضِ الْعُلُوْمِ الدُّنْيَوِيَّةِ وَاللُّغَةِ الْأَفْرَنْجِيَّةِ وَفِي ضِمْنِ ذَلِكَ يَتَطَمَّنُوْنَ الدِّيَانَةَ الْمَسِيْحِيَّةَ وَيُشْرِكُوْنَ أَوْلَادَ النَّصَارَى فِي عِبَادَتِهِمْ الدِّيْنِيَّةِ مِمَّا هُوَ كُفْرٌ صَرِيْحٌ لَايَرْضَى بِهِ اللهُ تَعَالَى وَلَا محمد صلى الله عليه وسلم وَلَا الْمَسِيْحُ.
Artinya: Temasuk musibah terbesar agama Islam dan Umat Nabi Muhammad SAW ialah kebiasaan zaman sekarang pada banyak negara Islam, sebagian kaum Muslim menyekolahkan anak mereka pada sekolah-sekolah Nashrani untuk belajar sebagian ilmu agama dan bahasa Inggris. Dan di dalam terdapat muatan diam terhadap agama Nabi Isa, dan mengikut sertakan anak mereka dalam beribadah agama yang merupakan kufur secara jelas dan tidak ridai Allah SWT, Nabi Muhammad SAW serta Nabi Isa AS.
فتح الباري لابن حجر (20/ 90)
وَقَدْ جَاءَ عَنْ اِبْن مَسْعُود مَرْفُوعًا ” مَنْ كَثَّرَ سَوَاد قَوْم فَهُوَ مِنْهُمْ ، وَمَنْ رَضِيَ عَمَل قَوْم كَانَ شَرِيك مَنْ عَمِلَ بِهِ ” أَخْرَجَهُ أَبُو يَعْلَى
Artinya: Barang siapa yang memperbanyak golongan kaum, berarti ia termasuk golongan tersebut. Dan barang siapa rela dengan perbuatan kaum, maka ia sekutu dari orang yang berbuat amal tersebut. (HR : Abu Ya’la)
Penjelasan Tafsir Munir
تفسير المنير ج 1 ص 94 وَالْقِسْمُ الثَّالِثُ: وَهُوَ كَالْمُتَوَسِّطِ بَيْنَ الْقِسْمَيْنِ الْأَوَّلَيْنِ هُوَ أَنَّ مُوَالَاةَ الْكُفَّارِ بِمَعْنَى الرُّكُونِ إِلَيْهِمْ وَالْمَعُونَةِ، وَالْمُظَاهَرَةِ، وَالنُّصْرَةِ إِمَّا بِسَبَبِ الْقَرَابَةِ، أَوْ بِسَبَبِ الْمَحَبَّةِ مَعَ اعْتِقَادِ أَنَّ دِينَهُ بَاطِلٌ فَهَذَا لَا يُوجِبُ الْكُفْرَ إِلَّا أَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْهُ، لِأَنَّ الْمُوَالَاةَ بِهَذَا الْمَعْنَى قَدْ تَجُرُّهُ إِلَى اسْتِحْسَانِ طَرِيقَتِهِ وَالرِّضَا بِدِينِهِ ، وَذَلِكَ يُخْرِجُهُ عَنِ الْإِسْلَامِ فَلَا جَرَمَ هَدَّدَ اللهُ تَعَالَى فِيهِ فَقَالَ: وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِي شَيْءٍ.
Artinya: Bergaul dengan orang kafir dengan artian condong terhadap mereka dan tolong menolong dengan mereka karena hubungan kerabat atau dengan dasar suka meskipun dengan keyakinan bahwa agama mereka salah, tidak sampai menjadikan kufur, tapi terlarang karena bisa menarik untuk membenarkan dan meridai agama mereka.
Penjelasan Dalam Bajuri
حاشية البجيرمي على الخطيب – (ج 4 / ص 291) وَيُتَّجَهُ حَمْلُ الْحُرْمَةِ عَلَى مَيْلٍ مَعَ إِيْنَاسٍ لَهُ أَخْذًا مِنْ قَوْلِهِمْ : يَحْرُمُ الْجُلُوْسُ مَعَ الْفُسَّاقِ إِيْنَاسًا لَهُمْ . أَمَّا مُعَاشَرَتُهُمْ لِدَفْعِ ضَرَرٍ يَحْصُلُ مِنْهُمْ أَوْ جَلْبِ نَفْعٍ فَلَا حُرْمَةَ فِيْهِ إهـ ع ش على م ر
Artinya: Orang fasiq sama dengan orang kafir dari segi keharaman bergaul bila terjadi simpati dan kemakruhan bila sebatas bergaul dan bila pergaulan tersebut untuk menolak mudarat atau menghasilkan manfaat, maka tidak haram.
Kesimpulan
Kesimpulannya, apabila pergaulan hanya untuk menolak mudarat atau memperoleh manfaat, maka tidak serta-merta dihukumi haram. Meskipun demikian, sangat disarankan agar orang tua Muslim tetap berhati-hati.
Dengan kata lain, pemilihan lembaga pendidikan harus mempertimbangkan aspek akidah, sehingga anak tidak terpapar pengaruh negatif. Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua dalam menjaga keimanan anak sangat penting. Sebagai hasilnya, umat Islam perlu bijak, terlebih lagi dalam hal pendidikan.
Sebaliknya, mengabaikan hal ini berpotensi pada penyimpangan keimanan. Maka dari itu, penting untuk memahami konsekuensi jangka panjangnya. Akhirnya, bahwa menjaga akidah adalah prioritas utama, dan karena itu, pendidikan anak harus sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Wallahu a’lam bishawab.
sumber : https://jombang.nu.or.id/bahtsul-masail/hukum-sekolahkan-anak-ke-lembaga-yang-tidak-seakidah-O6caD
Penulis : Elis
Website : Aqiqah Al Hilal