Di Usia Berapa Anak Boleh Melihat Proses Penyembelihan Hewan Qurban Agar Tidak Menimbulkan Trauma?

Di Usia Berapa Anak Boleh Melihat Proses Penyembelihan Hewan Qurban Agar Tidak Menimbulkan Trauma?

Aqiqah Al Hilal – Tinggal menghitung hari menuju Hari Raya Idul Adha! Tak hanya orang-orang dewasa saja, tetapi anak-anak juga sangat menantikan momen spesial bagi seluruh umat muslim ini karena di momen ini mereka bisa melihat banyak hewan seperti kambing dan sapi.

Biasanya di momen penting ini, umat Islam akan melaksanakan penyembelihan hewan qurban. Kegiatan ini merupakan salah satu perintah yang Allah SWT berikan kepada umat-Nya sejak ribuan tahun lalu. Kala itu Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk menyembeli anaknya, Ismail.

Banyak sekali macam-macam ekspresi yang diperlihatkan oleh anak-anak Ketika mereka menyaksikan prosesi penyembelihan hewan qurban. Namun, kapan dan di usia berapa anak-anak diperbolehkan menyaksikan penyembelihan hewan qurban agar tidak menimbulkan trauma?

Kapan Usia Anak yang Siap Melihat Penyembelihan Qurban

Dilansir dari laman Hai Bunda yang mengutip pernyataan dari Psikolog anak dan keluarga, Sani Budiantini Hermawan yang mengatakan bahwa anak biasanya memang penasaran untuk melihat hewan yang akan disembelih. Namun, nyatanya tidak semua anak siap melihat hal ini.

Saat anak belum siap melihat proses penyembelihan hewan qurban, anak bisa saja mengalami trauma berkepanjangan. Misalnya ditandai dengan mereka yang enggan memakan daging, murung, hingga sedih yang berkepanjangan.

Sani Budiantini Hermawan juga menjelasnkan bahwa biasanya anak penasaran untuk melihat hewan yang disembelih, namun nyatanya tidak semua anak siap untuk menyaksikan proses penyembelihan tersebut. Terkadang, anak juga akhirnya jadi enggan memakan daging, murung dan sedih berkepanjangan karena rasa kasihan yang mereka rasakan Ketika menyaksikan penyembelihan hewan.

Lebih lanjut, Sani juga mengatakan bahwa kesiapan anak untuk melihat penyembelihan hewan qurban memerlukan observasi yang lebih lanjur. Misalnya dengan cara mengajak si kecil untuk melihat proses penyembelihan itu dari jauh terlebih dahulu.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa sebelum mengajak mereka untuk menyaksikan penyembelihan hewan, Ayah dan Bunda perlu mengobservasi sejauh mana mereka baik-baik saja saat menyaksikan proses penyembelihan itu. Missal, ajak mereka mulai dari jarak jauh, jika mereka baik-baik saja maka mulai ajak mereka melihat lebih dekat. Namun, kadang anak tidak tahu apakah ia baik-baik saja atau tidak. Maka dengan itu, sangat disarankan Ayah atau Bunda untuk mengajaknya melihat dari jarak jauh terlebih dahulu.

Di samping hal itu, beritahu juga anak makna dari peyembelihan hewan qurban. Bagaimana caranya? Simak penjelasannya lebih lanjut.

Biasanya anak laki-laki jauh lebih berani dari anak Perempuan untuk menyaksikan secara langsung prosesi penyembelihan hewan qurban. Biasanya saat mereka sudah menginjak bangku Sekolah Dasar mereka sudah diperbolehkan melihat. Namun, hal itu Kembali lagi ke riwayat anak-anak yang tidak semuanya sama.

Biasanya, anak yang lebih sering merasa tidak enak atau cenderung sensitive lebih baik tidak diizinkan dulu untuk melihat prosesi penyembelihan hewan qurban.

Bagaimana caranya agar kita tahu anak siap dan tidak siap menyaksikan penyembelihan hewan qurban? Ayah dan Bunda bisa mengajak mereka untuk menonton melalui video terlebih dahulu beberapa hari menjelang Idul Adha. Jadi, kita sudah ada Gambaran seperti apa efek dari menonton prosesi penyembelihan hewan qurban terhadap mereka.

Namun, di samping hal itu, hal yang penting dalam Idul Adha bukanlah proses penyembelihannya. Namun, anak juga perlu tahu tentang makna apa yang terkandung dalam prosesi penyembelihan hewan qurban ini, ya Bunda. Perlahan tapi pasti, mulai beritahu ia bahwa qurban adalah salah satu ibadah yang ditunaikan karena adanya firman Allah kepada Nabi-Nya yaitu Ibrahim, dan hal ini tentu harus dipatuhi.

Oleh sebab itu, sebagai makhluk Allah SWT sudah sepatutnya kita mematuhi apa yang diperintahkan oleh Allah.

Sumber gambar: the Asian parent

Penulis: Elis Parwati