Syarat dan Ketentuan Aqiqah Menurut Syariat Agama Islam

Syarat dan Ketentuan Aqiqah Dalam Islam

Syarat dan Ketentuan aqiqah

Dalam melaksanakan aqiqah ada beberapa ketentuan dan syarat yang harus sesuai dengan syariat islam. Aqiqah wajib dilakukan bagi mereka yang mampu sedangkan jika tidak mampu karena tidak memiliki harta maka hukumnya sunah.

Aqiqah atau Akikah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dengan niat dan syarat-syarat tertentu. Oleh sebagian ulama ia disebut dengan nasikah atau dzabihah (sembelihan).

Hukum aqiqah itu sendiri menurut kalangan Syafii dan Hambali adalah sunnah muakkadah. Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW.

Berikut adalah hadist Rasulullah SAW tentang aqiqah untuk anak yang baru lahir :

كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّيكُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تَذْ بَحُ عَنْهُ يَوْمَسَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama”

 

Aqiqah itu sendiri memiliki ketentuan dan syarat yang harus sesuai dengan syariat islam, berikut ini ketentuan dan syarat aqiqah:

Ketentuan Aqiqah

Dalam melaksanakan aqiqah ada beberapa ketentuan yang harus sesuai dengan syariat agama islam karena aqiqah sendiri adalah mengganti diri atau bayi yang baru lahir sebagaimana digadaikan. Berikut ini adalah ketentuan pelaksanaan aqiqah yang wajib diketahui :

  • Dilaksanakan di hari ke 7, 14, atau 21

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa aqiqah atau pemotongan hewan untuk menggantikan bayi yang baru lahir hendaknya dilaksanakan pada hari ke tujuh, ke empat belas dan hari kedua puluh satu sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini

Dari Abu Buraidah r.a.: Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua puluh satunya. (HR Baihaqi dan Thabrani).

  • Jumlah Hewan Aqiqah

Laki-laki dan perempuan memang sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT namun terdapat perbedaan diantara keduanya seperti halnya saat pelaksanaan aqiqah. Ketentuan aqiqah dalam islam adalah jika yang lahir adalah bayi laki-laki maka jumlah hewan kambing yang disembelih adalah dua ekor sementara bagi bayi perempuan, orangtuanya hanya perlu menyembelih satu hewan aqiqah. Hai ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW.

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda :

“Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk perempuan satu kambing.” [HR Abu Dawud, Nasa’i, Ahmad]

  • Jenis Hewan Aqiqah

Hewan yang disembelih pada saat aqiqah adalah kambing atau domba tidak memandang kambing jantan ataupun betina boleh disembelih sebagai hewan aqiqah. Sebagaimana perintah Rasulullah SAW dalam hadits berikut Ini tentang hewan yang disembelih.

Dari Aisyah ra berkata, yang artinya: “Nabi SAW memerintahkan mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)

  • Disunahkan mencukur rambut

Saat melakukan aqiqah pada hari ketujuh, keempat belas, atau hari kedua puluh satu, bayi juga hendaknya dicukur rambutnya dan diberi nama. Hal ini sudah banyak dilakukan oleh masyarakat muslim khususunya di Indonesia. Sebagai muslim hendaknya memberikan nama yang baik kepada anak dan mencukur rambutnya sesuai sunah Rasul agar nantinya anak bisa tumbuh menjadi anak yang sholeh atau sholehah.

  • Dibagikan setelah dimasak

Tidak seperti saat perayaan idul Adha dimana daging kurban dibagikan sebagai daging mentah, sedangkan daging hewan aqiqah sebaiknya dimasak dan diberikan dalam keadaan matang. Daging yang telah dimasak tersebut selanjutnya bisa diberikan kepada mereka yang berhak dan yang memiliki hubungan kekerabatan atau tetangga. Perkara ini disebutkan dalam hadits berikut:

“Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)

 

Syarat-Syarat Aqiqah

Syarat aqiqah anak laki laki dan perempuan yang sesuai ketentuan syariat dan sah menurut Islam harus dipenuhi supaya ibadah tersebut diterima. Meskipun hukumnya sunnah, maka syarat dan ketentuan tetaplah menjadi bagian penting dalam syariat Islam. Terlebih lagi, aqiqah merupakan salah satu ibadah yang pelaksanaannya sekali seumur hidup.

  1. Waktu Pelaksanaan Aqiqah

    Pelaksanaan aqiqah yang paling sesuai syariat adalah pada hari ke-7 sejak kelahiran bayi. Jika pada hari ketujuh dari lahirnya anak terlewatkan aqiqahnya, maka sebagian ulama memperbolehkan untuk pelaksanaannya di hari ke 14. Bila di hari ke 14 pun juga luput, maka pelaksanaannya pun di hari ke 21.

    Hal tersebut berdasarkan dalil hadist:
    Dari Abu Buraidah r.a.: Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, atau keempat belas, atau kedua puluh satunya. (HR Baihaqi dan Thabrani)
    Namun ada beberapa ulama yang menyebutkan bahwa hadist di atas masih dha’if (lemah).

  2. Jumlah dan Jenis Hewan yang Disembelih

    Mengenai syarat jumlah hewan yang disembelih, telah jelas riwayatnya bahwa untuk anak laki-laki adalah 2 ekor kambing dan untuk anak perempuan adalah satu ekor kambing. Meskipun laki-laki dan perempuan adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT namun terdapat perbedaan diantara keduanya seperti halnya saat pelaksanaan aqiqah. Hal tersebut senada dengan hukum waris dimana anak laki-laki berhak mewarisi harta orang tuanya dua bagian sedangkan anak perempuan satu bagian.

    Mengenai pendapat, Abu Ishaq as-Sirazi, yang membolehkan tentang jumlah hewan aqiqah yang sama untuk bayi laki-laki dan perempuan didasarkan pada dalil hadist:
    أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشً
    “Jika masing-masing anak baik laki-laki maupun perempuan di aqiqah dengan satu ekor kambing maka itu boleh karena ada riwayat dari Ibnu Abbas ra yang menyatakan bahwa Rasulullah WAS mengaqiqahi Hasan ra dan Husain ra masing-masing satu kambing gibas (domba jantan)” (al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’i, juz, 1, h. 241).

    Mengenai jenis hewan aqiqah, para ulama tidak berselisih pendapat tentang aqiqah dengan kambing atau domba. Namun mereka berselisih pendapat tentang beraqiqah dengan hewan selain kambing atau domba.

    Hadist tentang hewan aqiqah berupa kambing atau domba:
    عن أم كرز قالت سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول : عن الغلام شاتان وعن الجارية شاة لا يضركم أذكرانا كن أم إناثا
    Dari Ummu Kurz, Ia berkata : Aku mendengar Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
    ”Untuk seorang anak laki-laki adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan adalah seekor kambing. Tidak mengapa bagi kalian apakah ia kambing jantan atau betina

     

  3. Memotong rambut bayi dan pemberian nama

    Memotong rambut termasuk salah satu sunnah yang sebaiknya dilaksanakan pada saat aqiqah. Hadist yang menjadi dasar sunnah ini merupakah hadist shahih. Namun bersedekah dengan senilai bobot rambut seharga perak dinilai tidak shahih.

    Selain dicukur rambutnya, hendaknya si bayi diberikan nama yang baik. Nama merupakan pengharapan dan doa bagi orang tua terhadap anak. Oleh karena itu, alangkah baiknya memberikan nama yang baik demi kebaikan si anak itu sendiri di masa depannya.

  4. Pembagian daging aqiqah

    Berbeda dengan idul Adha, dimana daging kurban dibagikan dalam kondisi mentah, daging hewan aqiqah sebaiknya bagikan dalam kondisi telah dimasak dan matang. Daging olahan tersebut dapat dibagikan kepada fakir miskin, karib kerabat, tetanga, atau anggota keluarga lainnya. Untuk keluarga, menurut ulama jumlah maksimal daging yang dapat diambil adalah sepertiganya.

    Mengebai pembagian daging aqiqah, Ibnu Al-Qayyim berkata: Membagikan daging aqiqah dalam keadaan matang adalah lebih baik karena dengan memasaknya berarti ia telah menanggung biaya memasak bagi orang miskin dan para tetangga. Dan ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam berbuat kebaikan dan dalam mensyukuri nikmat ini (kelahiran anak). Dengan demikian para tetangga dan orang-orang miskin dapat menikmatinya dengan tenang tanpa memikirkan bagaimana memasaknya. Di samping itu, barangsiapa yang diberi daging yang matang siap untuk dimakan maka kebahagiaan dan kegembiraan orang tersebut akan lebih sempurna dari pada ia hanya menerima daging mentah yang memerlukan biaya dan tenaga untuk memasaknya.

 

 

Ada yang dapat kami bantu?